Type a search term to find related articles by LIMS subject matter experts gathered from the most trusted and dynamic collaboration tools in the laboratory informatics industry.
Komunikasi hewan adalah semua perpindahan informasi pada bagian dari salah satu hewan yang memiliki efek pada perilaku sekarang atau masa depan dari hewan lainnya. Kajian mengenai komunikasi hewan—terkadang disebut Zoosemiotik (didefinisikan sebagai ilmu komunikasi sinyal atau semiosis pada hewan; dibedakan dengan antroposemiotik, ilmu komunikasi manusia) -- telah memainkan peranan penting dalam metodologi dari etologi, sosiobiologi, dan ilmu kognisi hewan.
Komunikasi hewan adalah wilayah ilmu yang tumbuh cepat. Bahkan pada abad 21, banyak pemahaman sebelumnya yang berhubungan dengan berbagai bidang seperti penggunaan nama simbolik personal, emosi hewan, kultur hewan, pembelajaran, dan bahkan perilaku seksual hewan, yang lama dianggap telah cukup dipahami, telah dirombak kembali.
Gerak isyarat. Bentuk komunikasi terbaik yang diketahui mengikutkan menampilkan bagian tubuh khusus, atau pergerakan tubuh tertentu; terkadang hal ini terjadi dengan kombinasi, sehingga sebuah aksi pergerakan tertentu untuk memperlihatkan atau menekankan suatu bagian tubuh tertentu. Sebagai contohnya, presentasi dari paruh induk Camar Herring memberikan sinyal memberi makanan kepada anak-anaknya. Seperti kebanyakan burung camar, burung Camar Herring memiliki sebuah paruh berwarna cerah, kuning dengan tanda merah pada bagian rahang bawah dekat ujung paruh. Saat mereka kembali ke sarang dengan makanan, si induk berdiri dekat anak mereka dan membuka paruh ke bawah di hadapan si anak; hal ini memperoleh respon memohon dari anak yang lapar (mematuk pada tanda merah), yang menstimulasi si induk untuk memuntahkan makanan di depannya. Sinyal yang komplet mengikutkan fitur morfologikal khusus (bagian tubuh), tanda merah pada paruh, dan sebuah pergerakan khusus (membuka ke arah dasar permukaan) yang membuat tanda merah sangat terlihat oleh si anak. Bila semua primata menggunakan beberapa bentuk gerak isyarat,[1] Frans de Waal mengambil kesimpulan bahwa kera dan manusia adalah unik karena hanya merekalah yang dapat menggunakan gerak isyarat intensional untuk berkomunikasi. Ia melakukan uji coba tentang hipotesis dari gerak-isyarat yang berkembang menjadi bahasa dengan mempelajari gerak isyarat bonobo dan simpanse.
Ekspresi wajah. Isyarat wajah memainkan peran peting dalam komunikasi hewan. Anjing sebagai contohnya mengekspresikan marah lewat menyeringai dan memperlihatkan giginya. Saat cemas telinga mereka akan tegak. Saat takut seekor anjing akan menarik telinga mereka ke belakang, memperlihatkan sedikit gigi dan menyipitkan matanya. Jeffrey Mogil mempelajari ekspresi wajah tikus dengan menaikan tingkat kesakitan. Yang mereka temukan adalah lima ekspresi wajah yang dapat dikenali; pengencangan orbital, mengembangnya hidung dan dagu, dan perubahan pada pembawaan telinga dan kumis.[2]
Tatapan mengikuti. Koordinasi di antara hewan-hewan sosial dibantu dengan memonitor orientasi kepala dan mata satu sama lain. Telah lama diketahui dalam penelitian perkembangan manusia sebagai suatu komponen penting dari komunikasi, baru-baru ini mulai lebih banyak atensi pada kemampuan hewan untuk mengikuti tatapan dari hewan lain yang berinteraksi dengan mereka, baik itu anggota dari spesies mereka sendiri atau manusia. Penelitian telah dilakukan pada kera, monyet, anjing, burung, dan kura-kura, dan berfokus pada dua kerja berbeda: "menatap mengikuti yang lain menjarak menjauh" dan "menatap mengikuti yang lain secara geometris di sekitar penghalang pandangan misalnya dengan mengubah posisi mereka sendiri untuk mengikuti yang diperhatikan saat pandangan mereka ditutup oleh suatu penghalang". Kemampuan pertama telah ditemukan di antara sejumlah besar hewan, sementara yang kedua yang didemonstrasikan oleh kera, anjing (dan serigala), dan corvid (gagak), dan percobaan untuk mendemonstrasikan "tatapan mengikuti geometris" pada marmoset dan ibis memberikan hasil negatif. Para peneliti belum memiliki gambaran jelas tentang dasar kognitif dari kemampuan mengikuti tatapan, namun bukti perkembangan mengindikasikan bahwa mengikuti tatapan "sederhana" dan mengikuti tatapan "geometris" kemungkinan bergantung pada fondasi kognitif yang berbeda.[3]
Tontonan visual aktif. Beberapa cephalopod, seperti oktopus dan cumi, memiliki sel kulit khusus (chromatophores) yang bisa mengubah warna, opasitas, dan refleksi kulit mereka. [4] Selain digunakan sebagai kamuflase, perubahan cepat pada warna kulit juga digunakan saat berburu dan pada ritual perkawinan. [5] Perubahan warna pada cumi bisa secara khusus mengindikasi bahwa mereka mampu mengkomunikasikan dua sinyal yang berbeda secara bersamaan dari dua sisi tubuh mereka yang berlawanan. Saat cumi jantan mengawini betina pada saat adanya jantan yang lain, dia memperlihatkan dua sisi berbeda: pola jantan menghadap ke betina, dan pola betina menghadap ke arah sebaliknya, untuk menipu pejantan lainnya. [6]
Tontonan visual pasif. Banyak hewan mengkomunikasikan informasi tentang diri mereka tanpa perlu mengubah perilaku mereka. Sebagai contohnya, dimorfisme seksual pada ukuran atau pelage mengkomunikasikan jenis seks dari hewan. Sinyal pasif lainnya bisa siklis secara alami. Sebagai contohnya, pada babun olive, permulaan dari ovulasi pada betina adalah suatu sinyal bagi pejantan bahwa dia siap untuk dikawinkan. Selama ovulasi, wilayah kulit pada anogenital (dubur kelamin) betina membesar dan berwarna merah/merah jambu cerah. [7]
Komunikasi bioluminesensi. Cara komunikasi dengan menghasilkan cahaya terjadi umumnya pada vertebrata dan invertebrata laut, biasanya di kedalaman (misalnya ikan pemancing). Dua bentuk terkenal dari bioluminesensi darat adalah Kunang-kunang dan Cacing kilau. Serangga lainnya, larva serangga, annelid, arachnid dan bahkan spesies jamur memiliki kemampuan bioluminesensi. Beberapa hewan bioluminesensi menghasilkan cahaya dari diri sendiri sementara yang lainnya memiliki hubungan simbiotik dengan bakteri bioluminesensi. (Lihat juga: Daftar organisme bioluminesen.
Kebanyakan hewan berkomunikasi lewat vokalisasi. Komunikasi lewat vokalisasi adalah esensial bagi banyak pekerjaan termasuk ritual-ritual perkawinan, teriakan peringatan, menyampaikan lokasi dari sumber makanan, dan pembelajaran sosial. Teriakan kawin jantan digunakan untuk memberikan sinyal pada betina dan untuk mengalahkan saingan pada spesies seperti kelelawar kepala-palu, rusa merah, paus humpback dan gajah segel. [8] Pada spesies paus, nyanyian paus telah ditemukan memiliki dialek berbeda berdasarkan lokasi. [9] Bentuk lain komunikasi termasuk tangisan peringatan dari monyet Campbell, [10] teriakan wilayah pada gibbon, penggunaan frekuensi pada Kelelawar hidung-tanduk untuk membedakan antar grup. [11]
Kurang kentara pada manusia (kecuali pada beberapa kasus) adalah komunikasi penciuman. Banyak mamalia, secara khusus, memiliki kelenjar yang menghasilkan bau yang berbeda dan tahan-lama, dan memiliki perilaku yang berhubungan dengan meninggalkan bau tersebut pada tempat-tempat yang telah mereka singgahi. Terkadang subtansi bau diperkenalkan lewat air kencing atau tinja. Terkadang ia didistribusikan lewat keringat, walau ini tidak meninggalkan tanda semi-permanen seperti halnya bau yang di simpan permukaan dasar. Beberapa hewan memiliki kelenjar pada tubuh mereka yang fungsi keseluruhannya tampak untuk menyimpan tanda-tanda bau: sebagai contohnya Gerbil mongolian memiliki sebuah kelenjar bau di perut mereka, dan sebuah karakteristik aksi menggosok-gosokan ventral yang menyimpan bau dari situ. Hamster Golden dan kucing memiliki kelenjar bau pada panggul mereka, dan menyimpan bau tersebut dengan menggosokan bagian sisi mereka terhadap objek; kucing juga memiliki kelenjar bau pada jidat mereka. Lebah membawa sekantong material dari sarang yang mereka lepaskan saat memasuki sarang kembali, bau yang menandakan bahwa mereka merupakan bagian dari sarang tersebut dan menjamin keselamatan mereka saat masuk. Semut-semut menggunakan feromon untuk membuat bau jejak ke makanan sebagaimana halnya untuk peringatan, atraksi perkawinan dan untuk membedakan antar koloni. Sebagai tambahan, mereka memiliki feromon yang digunakan untuk membingungkan musuh dan memanipulasi mereka sehingga berkelahi satu sama lain. [12]
Suatu bentuk komunikasi hewan yang jarang terjadi adalah elektrokomunikasi. Ia terlihat umumnya pada makhluk hidup air, beberapa mamalia, terutama platipus dan echidna mampu melakukan resepsielektro dan ini secara teori merupakan elektrokomunikasi. [13]
Terkadang disebut komunikasi vibrasi, merupakan penyampaian informasi lewat vibrasi seismik dari suatu media. Media tersebut bisa bumi, akar atau daun tanaman, permukaan air, jaring laba-laba, sarang madu, atau berbagai tipe media tanah. Komunikasi vibrasi adalah modalitas sensor purba dan ia tersebar dalam kerajaan hewan dan ia telah berkembang beberapa kali secara independen. Ia telah ditemukan pada mamalia, burung, reptil, amfibi, serangga, laba-laba, krustasea dan cacing nematoda. [14] Vibrasi dan kanal komunikasi lainnya tidak harus berdiri sendiri, tetapi dapat digunakan dalam komunikasi multi-dasar.
Walau banyak jenis dari komunikasi seperti halnya jenis dari perilaku sosial, sejumlah fungsi telah dipelajari secara detail. Di antaranya termasuk:
Walau banyak gestur dan aksi memiliki kesamaan, makna-makna stereotip, komunikasi hewan terkadang lebih kompleks dan halus dari kelihatannya; gestur yang sama bisa memiliki berbagai makna bergantung pada konteks dan perilaku yang lain. Karena hal ini, generalisasi seperti "X berarti Y" terkadang, tetapi tidak selalu akurat. Sebagai contohnya, bahkan goyangan ekor sederhana dari anjing domestikasi bisa digunakan pada berbagai cara halus untuk mengemukakan banyak makna seperti yang diilustrasikan dan dikomentari oleh Charles Darwin dalam The Expression of the Emotions in Man and Animals, pada tahun 1872.
Digabungkan dengan bahasa tubuh lainnya, pada konteks tertentu, banyak gerak isyarat (misalnya: menguap, arah pandangan) semuanya mengandung makna. Maka pernyataan bahwa aksi tertentu "berarti" sesuatu, seharusnya diinterpretasikan sebagai "terkadang berarti". Sebagaimana pada manusia, yang juga tersenyum atau memeluk atau berdiri dengan cara tertentu dengan berbagai alasan, banyak hewan juga menggunakan-ulang gerak isyarat. [15]
Kebanyakan komunikasi hewan terjadi antara anggota spesies yang sama dan ini adalah konteks yang secara intensif paling dikaji. Umunyak bentuk dan fungsi dari komunikasi yang dijelaskan di atas bergantung pada komunikasi intraspesifik.
Banyak contoh dari komunikasi terjadi antara anggota dari spesies berbeda. Hewan-hewan berkomunikasi ke hewan lain dengan berbagai sinyal-sinyal: visual, suara, ekolokasi, getaran, bahasa tubuh, dan bau.
Jika hewan buruan bergerak, membuat suara atau getaran, atau mengeluarkan bau dengan suatu cara sehingga si pemangsa dapat mendeteksinya, hal ini konsisten dengan definisi "komunikasi" yang diberikan di atas. Tipe dari komunikasi ini dikenal dengan mendengar interseptif, dengan si pemangsa menangkap pesan yang disampaikan sebagai sejenis.
Namun ada juga beberapa aksi dari spesies buruan yang benar-benar komunikasi terhadap pemangsa yang sebenarnya atau yang berpotensi. Contoh adalah peringatan pewarnaan: spesies seperti tawon yang mampu melukai pemangsa berpotensi sering kali berwarna cerah, dan hal ini mempengaruhi perilaku pemangsanya, yang secara insting atau sebagai hasil pengalaman akan menghindari menyerang hewan tersebut. Beberapa bentuk dari mimikri berada pada kategori yang sama: sebagai contohnya Lalat bunga memiliki warna yang sama seperti tawon, dan walaupun mereka tidak mampu menyengat, menyebabkan mereka dihindari oleh pemangsa yang memberikan lalat bunga suatu perlindungan. Ada juga perubahan perilaku yang berperan dengan cara yang sama untuk memperingatkan pewarnaan. Sebagai contohnya, hewan bertaring seperti serigala dan koyote bisa mengadopsi postur agresif, seperti menggeram dengan gigi dipamerkan, untuk menunjukan mereka akan berkelahi jika diperlukan, dan Ular derik akan menggunakan derik-nya untuk memperingati pemangsanya dari gigitan beracunnya. Terkadang, sebuah perubahan perilaku dan peringatan pewarnaan akan digabungkan, seperti pada beberapa spesies amfibi yang hampir keseluruhan tubuhnya berwarna sama dengan sekitarnya, kecuali perut yang berwarna cerah. Saat bertemu dengan potensi ancaman, mereka memperlihatkan perut mereka, menunjukkan bahwa mereka beracun.
Contoh lain dari komunikasi mangsa ke pemangsa adalah sinyal pencegah-dikejar. Sinyal pencegah-dikejar terjadi saat buruan mengindikasikan kepada pemangsa bahwa mengejarnya tidak akan menguntungkan karena si pemberi sinyal bersiap-siap untuk kabur. Sinyal pencegah-dikejar menyediakan sebuah keuntungan baik kepada si pesinyal dan penerima; mereka mencegah si pengirim menghabiskan waktu dan energi untuk kabur, dan mereka mencegah si penerima berinvestasi dalam pengejaran yang memakan biaya yang kemungkinannya tidak berhasil ditangkap. Sinyal-sinyal seperti itu dapat memberikan kemampuan si mangsa untuk kabur, dan merefleksikan kondisi fenotip (pencitraan kualitas), atau dapat mencitrakan bahwa si mangsa telah mendeteksi si pemangsa (pencitraan persepsi). Sinyal-sinyal pencegah-dikejar telah dilaporkan ada pada berbagai jenis taksa, termasuk ikan (Godin dan Davis 1995), kadal (Cooper et al. 2004), unggulata (Caro 1995), kelinci (Holley 1993), primata (Zuberbuhler et al. 1997), tikus (Shelley dan Blumstein 2005, Clark 2005), dan burung (Alvarez 1993, Murphy 2006, 2007). Sebuah contoh terkenal dari sinyal pencegah-dikejar pada pencitraan kualitas adalah stotting (terkadang disebut pronking), suatu ungkapan kombinasi untuk berlari dengan kaki-kaku sambil secara simultan meloncat yang diperlihatkan oleh beberapa Antelop seperti Kijang Thomson pada saat ada pemangsa. Paling tidak 11 hipotesis untuk stotting telah diajukan. Teori paling terdepan saat ini adalah bahwa ia memberitahukan si pemangsa bahwa elemen dari keterkejutan telah hilang. Pemangsa seperti macan tutul bergantung kepada serangan kejutan, dibuktikan lewat fakta bahwa mengejar sangat jarang sukses saat antelop melakukan stot. Pemangsa tidak menghabiskan energi mereka untuk mengejar sesuatu yang tidak akan mungkin sukses (perilaku mencari makan yang optimal). Kualitas penampilan dapat dikomunikasi dengan mode-mode selain visual. Tikus kangguru berekor bendera, memproduksi beberapa pola hentakan kaki yang kompleks di dalam sejumlah konteks berbeda, salah satunya saat menghadapi ular. Hentakan kaki bisa memberitahu anak-anak di sekitar tetapi kebanyakan menyampaikan vibrasi lewat tanah bahwa tikus tersebut terlalu siaga untuk diserang secara sukses, yang mencegah pengejaran dimangsa oleh ular. [16]
Beberapa pemangsa berkomunikasi ke mangsa dengan suatu cara yang mengubah perilaku mereka dan membuat penangkapan lebih mudah, sebagai efek menipu mereka. Contoh yang terkenal yaitu Ikan angler, yang memiliki tonjolan gemuk bioluminisensi yang tumbuh dikeningnya dan teruntai di depan mulut mereka; ikan kecil mencoba mengambil umpan tersebut, dan karena melakukan hal tersebut secara sempurna menempatkan mereka untuk dimakan oleh ikan angler.
Berbagai cara manusia mengartikan perilaku hewan domestik, atau memberikan perintah kepada mereka, konsisten dengan definisi dari komunikasi interspesies. Bergantung kepada konteks, mereka mungkin dianggap sebagai komunikasi pemangsa ke mangsa, atau untuk merefleksikan bentuk commensalisme. Percobaan terbaru untuk bahasa hewan adalah mungkin usaha paling mutakhir untuk mencapai komunikasi manusia/hewan, walau relasi mereka terhadap komunikasi hewan alamiah tidak begitu jelas. Kurangnya penelitian komunikasi manusia-hewan adalah fokus pada komunikasi ekspresif dari hewan ke manusia secara spesifik. Kuda dianggap tidak berkomunikasi (untuk keamanan).[butuh rujukan] Anjing dan kuda pada umumnya tidak dianjurkan berkomunikasi secara ekspresif, tetapi dianjurkan untuk mengembangkan bahasa reseptif (pemahaman). Sejak akhir 1990-an, salah satu ilmuwan, Sean Senechal, telah mengembangkan, meneliti, dan menggunakan bahasa ekspresif, yang dapat dipelajari secara visual pada anjing dan kuda. Dengan mengajarkan hewan-hewan tersebut suatu gerak isyarat (buatan manusia) mirip bahasa Bahasa Isyarat Amerika, hewan-hewan tersebut diketahui menggunakan isyarat-isyarat baru dengan cara mereka sendiri untuk meraih yang mereka inginkan. [17] mendokumentasikan proses tersebut.
Pentingnya berkomunikasi adalah bukti dari elaborasi morfologi sangat tinggi, perilaku dan fisiologi yang beberapa hewan miliki telah berevolusi untuk memfasilitasi ini. Mereka mengikutkan beberapa struktur paling menyolok dalam kerajaan hewan, seperti ekor Burung merak, tanduk pada Rusa, dan jumbai pada Kadal berleher jumbai, tetapi bahkan juga mengikutkan noda merah pada paruh camar herring eropa. Perilaku elaborasi tinggi telah berevolusi untuk komunikasi seperti tarian dari bangau, perubahan pola pada gurita, dan pengumpulan dan penataan benda-benda pada Burung Bower. Bukti lain bagi pentingnya komunikasi pada hewan adalah prioritas dari fitur-fitur fisiologis pada fungsi tersebut, sebagai contohnya, kicau burung tampak memiliki struktur otak yang keseluruhan ditujukan untuk memproduksinya. Semua adaptasi tersebut membutuhkan penjelasan secara evolusioner.
Ada dua aspek yang butuh penjelasan:
Kontribusi penting bagi permasalahan pertama dibuat oleh Konrad Lorenz dan etologis lainnya. Dengan membandingkan spesies sejenis dalam kelompok, mereka memperlihatkan bahwa pergerakan dan bagian tubuh dalam bentuk primitif tidak memiliki fungsi komunikasi yang dapat "ditangkap" dalam suatu konteks sehingga komunikasi akan berfungsi baik bagi seseorang atau kedua rekan, dan dapat berkembang menjadi lebih bentuk terperinci, istimewa. Sebagai contohnya, Desmond Morris memperlihatkan pada penelitian pipit rumput [butuh rujukan] bahwa respon menyeka-paruh terjadi dalam suatu rentang spesies, menyediakan suatu fungsi bersolek, tetapi pada beberapa spesies hal tersebut telah menjadi sinyal perkawinan.
Permasalahan kedua telah menjadi kontroversial. Etologis awal mengasumsikan bahwa komunikasi terjadi untuk kebaikan dari spesies secara keseluruhan, tetapi hal ini membutuhkan suatu proses seleksi grup yang dipercaya secara matematis tidak mungkin dalam evolusi dari hewan-hewan yang bereproduksi secara seksual. Altruisme ke arah kelompok yang tidak berhubungan tidak secara luas diterima dalam komunitas sains, tetapi lebih dilihat sebagai suatu bentuk altruisme timbal-balik, mengharapkan perilaku yang sama dari yang lain, suatu keuntungkan hidup dalam suatu kelompok. Sosiobiologis beralasan bahwa perilaku-perilaku yang menguntungkan keseluruhan grup dari hewan bisa saja muncul sebagai hasil dari tekanan seleksi berperan seluruhnya pada individual. Teori gen egois mengajukan bahwa perilaku-perilaku yang membolehkan suatu gen untuk menjadi lebih luas dibentuk di dalam suatu populasi yang secara positif yang terpilih, bahkan jika efeknya pada individual atau spesies secara keseluruhan tadinya merugikan.[18]
Pada kasus berkomunikasi, diskusi penting oleh Jonh Krebs dan Richard Dawkins membentuk hipotesis bagi evolusi seperti munculnya altruistik atau komunikasi mutualistik sebagai teriakan peringatan dan sinyal-sinyal perkawinan untuk tumbuh di bawah seleksi individu. Hal ini mengarah pada realisasi bahwa komunikasi tidak selalu "jujur" (tentu saja, ada beberapa contoh jelas yang mereka memang tidak selalu jujur, seperti pada mimikri). Kemungkinan secara evolusi komunikasi stabil tak-jujur telah menjadi bahan dari banyak kontroversi, dengan Amotz Zahavi pada khususnya berargumen bahwa ia tidak dapat bertahan dalam waktu lama. Sosiobiologis juga telah memperhatikan evolusi dari struktur sinyal berlebihan seperti ekor burung merak; secara luas dianggap bahwa hal tersebut hanya dapat muncul sebagai hasil dari seleksi seksual, yang dapat membuat suatu proses balasan positif yang mengarah pada laju berlebhian dari suatu karakteristik yang menganugerahkan suatu keuntungan dalam situasi kompetisi meta-seleksi.
Salah satu teori untuk menjelaskan evolusi dari sifat-sifat seperti ekor burung merak adalah 'seleksi tak terkendali'. Hal ini membutuhkan dua sifat - sebuah sifat yang ada, seperti ekor yang mencolok, dan bias yang telah ada pada betina untuk memilih sifat tersebut. Betina lebih menyukai ekor yang lebih terperinci, dan oleh karena itu si pejantan mampu kawin dengan sukses. Mengeksploitasi psikologi dari betina, balasan positif berulang terjadi dan ekor menjadi semakin besar dan mencolok. Pada akhirnya, evolusi akan mendatar karena biaya bertahan bagi pejatan tidak membolehkan bagi sifat tersebut untuk menjadi lebih berkembang lebih jauh lagi. Ada dua teori untuk menjelaskan seleksi tak terkendali. Pertama adalah hipotesis gen baik. Teori ini menyatakan bahwa tampilan terurai adalah suatu sinyal jujur dari kesesuaian dan benar-benar adalah sebagai pasangan yang lebih baik. Kedua adalah hipotesis cacat. Hal ini menjelaskan bahwa ekor burung merak adalah cacat, membutuhkan energi untuk menjaga dan membuat ia lebih terlihat bagi pemangsa. Bagaimanapun juga, individu tersebut dapat bertahan, bahkan walau gennya tidak bagus pada hakekatnya.
Etologis dan sosiobiologis telah menganalisis komunikasi hewan secara karakteristik dalam hal kurang lebih respon otomatis terhadap stimuli, tanpa mempertanyakan apakah hewan yang berhubungan memahami makna dari sinyal-sinyal yang mereka keluarkan atau terima. Hal ini adalah kunci pertanyaan dari kognisi hewan. Ada beberapa sistem pensinyalan yang tampak membutuhkan pemahaman yang lebih tinggi. Contoh yang sering didiskusikan adalah penggunaan teriakan peringatan oleh monyet vervet. Robert Seyfarth dan Dorothy Cheney memperlihatkan bahwa hewan-hewan tersebut mengeluarkan teriakan peringatan yang berbeda pada saat adanya pemangsa yang berbeda (macan tutul, elang, dan ular), dan monyet yang mendengar teriakan tersebut merespon dengan benar—tapi kemampuan ini berkembang terus menerus, dan juga memperhitungkan pengalaman individu yang mengeluarkan teriakan. Metakomunikasi, yang didiskusikan di atas, juga tampak membutuhkan proses kognitif yang lebih rumit.
Telah dilaporkan [19] bahwa lumba-lumba hidung-botol dapat mengenali informasi identitas dari siulan bahkan bila karakteristik dari siulan dihilangkan; membuat lumba-lumba satu-satunya hewan selain manusia yang memperlihatkan dapat mengirim informasi identitas bergantung dari suara pemanggil atau lokasi. Makalah tersebut menyimpulkan bahwa:
Fakta bahwa bentuk tanda siulan membawa informasi identitas bergantung pada fitur suara memberikan kemungkinan penggunaan siulan ini sebagai sinyal-sinyal referensial, baik mengacu kepada individual-individual atau mengacu kepada mereka, hampir sama dengan penggunaan nama pada manusia.
Dengan adanya kemampuan kognitif pada lumba-lumba hidung-botol, kemampuan pembelajaran vokal dan meniru mereka, dan struktur sosial fisi-fusi mereka, kemungkinan ini adalah sesuatu yang membangkitkan minat yang membutuhkan investigasi lebih lanjut.
— V. M. Janik, et al. [19]
Masalah kontroversial lainnya adalah tingkat perilaku yang dimiliki manusia yang menyerupai komunikasi hewan, atau apakah semua bentuk komunikasi seperti itu telah hilang sebagai akibat dari kapasitas linguistik kita. Beberapa fitur tubuh kita—alis, janggut, dan kumis, suara berat pada pria, mungkin juga buah dada pada wanita—secara kuat menyerupai adaptasi untuk memberikan sinyal. Etologi seperti Irenäus Eibl-Eibesfeldt telah berargumen bahwa isyarat wajah seperti tersenyum, meringis, dan kilatan alis saat bersalaman adalah sinyal-sinyal komunikatif universal manusia yang dapat berkaitan dengan sinyal-sinyal tertentu pada primata lainnya. Karena barunya bahasa ucapan muncul pada manusia, adalah sangat mungkin bahwa bahasa tubuh manusia mengikutkan kurang lebih respon-respon sengaja yang memiliki asal mula yang sama dengan komunikasi yang kita lihat pada hewan lain.
Manusia juga terkadang mencoba meniru sinyal-sinyal komunikasi hewan dengan tujuan untuk berinteraksi dengan hewan. Sebagai contohnya, kucing memiliki respon afiliatif yang mengikutkan menutup mata; manusia terkadang menutup mata mereka pada kucing peliharaan untuk membentuk suatu hubungan yang lebih toleran. Mengusap, membelai, dan menggosok hewan peliharaan adalah semua aksi-aksi yang mungkin bekerja lewat pola-pola alami dari komunikasi interspesifik.
Anjing memperlihatkan kemampuan untuk memahami komunikasi dari suatu spesies selain dari mereka, terutama komunikasi manusia. Mereka mampu menggunakan komunikasi gerak isyarat manusia seperti menunjuk dan melihat untuk menemukan makanan tersembunyi dan mainan.[20]
Pendekatan terbaru pada abad 21 dalam meneliti komunikasi hewan menggunakan analisis perilaku terapan (APT), terutama sekali Function Communication Training (Latihan Fungsi Komunikasi) (LFK). LFK ini sebelumnya telah digunakan di sekolah-sekolah dan klinik-klinik pada manusia dengan kebutuhan tertentu, seperti anak dengan autisme, untuk membantu mereka membentuk bahasa. Sean Senechal, di AnimalSign Center telah menggunakan pendekatan yang mirip dengan LFK pada hewan-hewan domestik, seperti anjing (sejak 2004) dan kuda (sejak 2000) dengan hasil yang mengharapkan dan menguntungkan bagi hewan dan masyarakat. Latihan Fungsi Komunikasi untuk hewan, Senechal menyebutnya AnimalSign language (bahasa IsyaratHewan). Ia mengikutkan mengajarkan komunikasi lewat gerak isyarat (seperti Bahasa Isyarat Amerika yang disederhanakan), Picture Exchange Communication System, ketukan, dan vokalisasi. Proses tersebut bagi hewan mengikutkan teknik-teknik yang disederhanakan dan dimodifikasi.
Bagi linguistik, ketertarikan pada sistem komunikasi hewan berada pada kemiripannya pada dan perbedaannya dengan bahasa manusia:
Wilayah perkembangan terbaru dan menarik adalah penemuan penggunaan sintaks pada bahasa, dan kemampuan untuk menghasilkan "kalimat", tidak hanya terbatas pada manusia saja. Bukti pertama tentang sintaks pada selain manusia, dilaporkan [21] tahun 2006, adalah dari monyet hidung besar (Cercopithecus nictitans) dari Nigeria. Ini adalah bukti pertama bahwa beberapa hewan dapat menggunakan unit-unit diskrit dari komunikasi, dan membentuk mereka menjadi suatu urutan yang membawa makna yang berbeda dari "kata-kata" individu:
Hasil yang mirip baru-baru ini telah dilaporkan pada Monyet Campbell Mona. [22]