Type a search term to find related articles by LIMS subject matter experts gathered from the most trusted and dynamic collaboration tools in the laboratory informatics industry.
Kerajaan Kampar Kiri کراجأن کمڤر کيري | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1700–1945 | |||||||||
Wilayah zelfbestuur di Sumatra Tengah, termasuk Gunung Sahilan, 1941. | |||||||||
Status | vasal Pagaruyung (1700-1833), Hindia Belanda (1905-1942),[1] dan Jepang (1942-1945) | ||||||||
Ibu kota | Gunung Sahilan | ||||||||
Bahasa resmi | Melayu Tinggi, Minangkabau | ||||||||
Agama | Islam | ||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||
Sejarah | |||||||||
• Didirikan | 1700 | ||||||||
• Bergabung ke Indonesia | 1945 | ||||||||
| |||||||||
Kesultanan Kampar Kiri atau Kerajaan Gunung Sahilan ialah kerajaan yang berada di sekitar Batang Kampar Kiri, sekarang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Kampar, Riau. Kerajaan ini didirikan pada 1700 oleh Tengku Yang Dipertuan Bujang Sati[2] yang merupakan putra Yang Dipertuan Pagaruyung.[3]
Sebelum berdirinya kerajaan Kampar Kiri, wilayah Rantau Kampar Kiri pernah dikuasai oleh Kerajaan Kuntu di Minangkabau Timur. Belum banyak peninggalan fisik yang ditemukan di Kuntu selain makam Syaikh Burhanuddin al-Kamil yang wafat pada 610 H (1214 M). Kubur ini mengisyaratkan bahwa Islam telah masuk ke Sumatra bagian tengah setidaknya sejak abad ke-13.[4]
Kerajaan Kampar Kiri didirikan pada 1700 oleh salah satu putra Yang Dipertuan Pagaruyung, Tengku Yang Dipertuan Bujang Sati gelar Sutan Pangubayang. Sutan Pangubayang dipilih setelah rakyat Kampar Kiri meminta raja kepada Pagaruyung. Setelah raja sampai ke Kampar Kiri, Gunung Sahilan ditetapkan sebagai pusat pemerintahan.[1]
Kampar Kiri berstatus sebagai vasal Pagaruyung sampai jatuhnya Pagaruyung pada 1833 akibat Perang Padri. Selama perang berlangsung, Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori, adik Sultan Bagagarsyah, bersama suaminya, Sultan Abdul Jalil, melarikan diri ke Singingi, wilayah yang berbatasan langsung dengan bagian selatan Kampar Kiri. Tuanku Ismail gelar Yang Dipertuan Gunung Hijau dari Gunung Sahilan kemudian menikah dengan Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sumpu, putri Yang Dipertuan Gadis Puti Reno Sori.[5]
Pada 1905, Kampar Kiri berstatus sebagai zelfbestuur Hindia Belanda di bawah Onderafdeeling Kampar Kiri,[6] Afdeeling Bengkalis, Keresidenan Sumatra Timur.[1]
Daerah kekuasaan Kampar Kiri dibagi menjadi 2 jenis jajahan, yakni Rantau Daulat dan Rantau Andiko. Rantau Daulat merupakan daerah pusat kerajaan, sedangkan Rantau Andiko ialah daerah yang dikendalikan oleh Khalifah nan Berempat di Mudik.[3] Sistem empat khalifah ini diilhami oleh Basa Ampek Balai yang diterapkan di Pagaruyung.[1]
Masyarakat Kampar Kiri hidup dalam sistem kenegerian yang terdiri atas beberapa suku (klan matrilineal) sebagaimana yang berlaku di Minangkabau. Kenegerian-kenegerian tersebut kini tersebar dalam 5 kecamatan di Kabupaten Kampar: Gunung Sahilan, Kampar Kiri, Kampar Kiri Hilir, Kampar Kiri Hulu, dan Kampar Kiri Tengah. Kenegerian-kenegerian yang termasuk ke dalam taklukan Yang Dipertuan Gunung Sahilan ialah sebagai berikut:[1]
Tengku Muhammad Nizar bin Tengku Ghazali bin Tengku Yang Dipertuan Besar Sulung dinobatkan sebagai waris takhta Kampar Kiri.[7]