Type a search term to find related articles by LIMS subject matter experts gathered from the most trusted and dynamic collaboration tools in the laboratory informatics industry.
Hidung | |
---|---|
Rincian | |
Pengidentifikasi | |
Bahasa Latin | Nasus |
MeSH | D009666 |
TA98 | A06.1.01.001 A01.1.00.009 |
TA2 | 117 |
Daftar istilah anatomi |
Secara anatomi, hidung adalah penonjolan pada vertebrata yang mengandung nostril, yang menyaring udara untuk pernapasan. Hidung sebagai suatu istilah, dapat juga digunakan untuk menunjukkan ujung sesuatu, seperti hidung pada pesawat terbang.
Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup udara pernapasan, menyaring udara, menghangatkan udara pernapasan, juga berperan dalam resonansi suara.[1] Bagian eksternal hidung terdiri atas batang hidung (dorsum nasi), sayap hidung (ala nasi), pangkal hidung (bridge), puncak hidung (hip) , lubang hidung (nares eksterior) dan sekat hidung atau kolumela.
Hidung merupakan alat indra manusia yang menanggapi rangsang berupa bau atau zat kimia yang berupa gas. Di dalam rongga hidung terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi dengan sel-sel pembau, sekitar 10-20 juta sel pembau.[2] Setiap sel pembau mempunyai rambut-rambut halus (silia olfaktori) di ujungnya dan diliputi oleh selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab rongga hidung.
Pada saat kita bernapas, zat kimia yang berupa gas ikut masuk ke dalam hidung. Zat kimia yang merupakan sumber bau akan dilarutkan pada selaput lendir, kemudian akan merangsang rambut-rambut halus pada sel pembau. sel pembau akan meneruskan rangsang ini ke otak untuk diolah sehingga bisa mengetahui jenis bau dari zat kimia tersebut.
Di dalam rongga hidung, udara mengalami penyesuaian temperatur dan kelembapan. Proses ini dilakukan melalui sekat rongga hidung (concha nasalis). Di suatu rongga hidung (kiri atau kanan) terdapat 3 buah conchae yang membagi rongga tersebut menjadi 3 bagian. Pada saat melewati conchae, udara akan disesuaikan terhadap temperatur panas atau dingin. Udara yang terlalu panas akan diturunkan temperaturnya dan yang terlalu dingin akan dihangatkan.[3]
Gangguan pada hidung biasanya disebabkan oleh radang atau sakit pilek yang menghasilkan lendir atau ingus sehingga menghalangi bau mencapai ujung saraf pembau. Gangguan lain juga bisa disebabkan oleh adanya kotoran pada hidung dan bulu hidung yang terlalu banyak. Membersihkan hidung dari kotoran dan merapikan bulu, dapat membantu menghindarkan gangguan penciuman.[4]
Bentuk hidung manusia secara umum antara lain bentuk hidung Elang (Aquiline nose), hidung Yunani (Grecian nose), hidung Afrika (African nose), hidung bengkok (Hawk nose), hidung pesek (snub nose) dan hidung mancung (celestial nose).
Paul Topinard mencetuskan indeks bentuk hidung sebagai metode mengklasifikasikan kelompok etnis. Indeks didasarkan pada rasio lebar hidung dengan tingginya. Dimensi hidung juga digunakan untuk mengklasifikasikan morfologi hidung menjadi lima jenis: Hyperleptorrhine adalah hidung yang sangat panjang dan sempit dengan indeks hidung 40 sampai 55. Leptorrhine menggambarkan hidung yang panjang dan sempit dengan indeks 55–70. Mesorrhine adalah hidung sedang dengan indeks 70-85. Platyrrhine adalah hidung pendek dan lebar dengan indeks 85–99·9. Jenis kelima adalah hyperplatyrrhine yang memiliki indeks lebih dari 100. Variasi ukuran hidung antar etnis dapat dikaitkan dengan perbedaan adaptasi evolusioner terhadap suhu dan kelembapan setempat. Faktor lain seperti seleksi seksual juga dapat menjelaskan perbedaan etnis dalam bentuk hidung.