Type a search term to find related articles by LIMS subject matter experts gathered from the most trusted and dynamic collaboration tools in the laboratory informatics industry.
Dodo
Periode Holosen
| |
---|---|
Raphus cucullatus | |
Status konservasi | |
Punah | |
IUCN | 22690059 |
Taksonomi | |
Kelas | Aves |
Ordo | Columbiformes |
Famili | Raphidae |
Genus | Raphus |
Spesies | Raphus cucullatus Linnaeus, 1758 |
Tata nama | |
Sinonim takson |
|
Distribusi | |
Endemik | Mauritius Island (en) |
Dodo (Raphus cucullatus) adalah burung yang tak dapat terbang yang sudah punah. Burung ini pernah hidup di pulau Mauritius, yang terletak di Madagascar, Samudra Hindia. Kerabat burung ini yang paling dekat adalah Rodrigues solitaire, yang juga sudah punah. Kerabat terdekat burung ini yang masih lestari adalah merpati nicobar.[1][2] Burung ini memiliki bulu yang berwarna keabu-abuan, pemakan buah-buahan, dan juga bersarang di tanah. Akan tetapi, burung dodo punah di antara pertengahan sampai akhir abad ke-17 akibat aktivitas yang dilakukan manusia. Karena kepunahannya, dodo sering dijadikan arketipe-arketipe.
Tidak jelas dari mana kata dodo berasal, tetapi kemungkinan kata tersebut berhubungan dengan dodaars, bahasa Belanda untuk sejenis bebek. Ada hubungan antara keduanya karena kemiripan bulu di kakinya atau karena kedua binatang ini kaku. Bagaimanapun, orang Belanda juga diketahui menyebut unggas dari Mauritius ini dengan walghvogel (unggas yang membuat mual) karena rasanya.[3][4] Nama terakhir ini digunakan pertama kali dalam jurnal dari laksamana Wybrand van Warwijck yang mengunjungi dan memberi nama Mauritius tahun 1598. Dodo atau Dodaerse kembali tercatat dalam jurnal kapten Willem van West-Zanen.[5] Penulis asal Inggris Sir Thomas Herbert pertama kali menggunakan kata dodo dalam buku perjalanan 1634 miliknya yang menyebutkan bahwa kata itu disebutkan orang Portugis, saat mengunjungi Mauritius di tahun 1507.[6]
Menurut Kamus Encarta dan Kamus Etimologi Chambers, "dodo" berasal dari bahasa Portugis doudo (sekarang doido) berarti "bodoh" atau "gila".[7] Namun, istilah Portugis untuk burung itu sekarang, dodô, berasal dari bahasa Inggris. Kata doudo atau doido di bahasa Portugis sendiri kemungkinan berasal dari bahasa Inggris lama ("dolt"). Kemungkinan lain adalah bahwa dodo merupakan onomatope dari bunyi burung itu sendiri, bunyi yang mirip burung merpati 'doo-doo'.[8]
Dodo memiliki bulu berwarna keabu-abuan, paruh sepanjang 23 cm dengan ujung bengkok, sayap yang sangat kecil, kaki kuning yang kokoh, dan seberkas bulu keriting di bagian ujung belakangnya. Dodo adalah unggas yang sangat besar, dengan berat sekitar 23 kg. Tulang dadanya tidak bisa menunjangnya untuk terbang; burung yang hidup di tanah ini berevolusi dengan memanfaatkan ekosistem pulau Mauritius yang tidak memiliki makhluk yang dapat memangsanya.[9]
Gambaran tradisional dari dodo adalah burung yang gemuk dan canggung, tetapi pandangan ini telah dipertentangkan sekarang. Pendapat umum dari ilmuwan sekarang adalah bahwa lukisan lama itu menunjukkan spesimen yang ditangkap dan diberi makan terlalu banyak.[10] Karena Mauritius memiliki musim kering dan basah, dodo kemungkinan menggemukkan diri dengan buah matang di akhir musim penghujan untuk bisa selamat melalui musim kemarau saat langka makanan; laporan kontemporer menyebutkan burung ini memiliki selera makan yang "rakus". Oleh karena itu, dalam penangkapan, akan sangat mudah mengalami kebanyakan makan.[5]
Pohon tambalacoque, juga dikenal sebagai "pohon dodo", dihipotesiskan Stanley Temple telah dimakan oleh Dodo, dan hanya melalui pencernaan dodo benih buah-buahan ini bisa tumbuh; ia menegaskan bahwa tambalacocque sekarang hampir punah karena ketiadaan dodo. Ia memaksa agar tujuh belas buah-buahan ini dimakan kalkun liar dan tiga di antaranya bisa berkecambah. Dalam penelitiannya, Temple tidak berupaya menumbuhkan benih dari buah-buahan lainnya sebagai kontrol yang tidak diberikan pada kalkun sehingga dampak pemberian buah-buahan kepada kalkun jadi tidak jelas.[11] Temple juga tidak memperhatikan laporan penelitian tentang pengecambahan benih tambalacoque oleh A. W. Hill dan H. C. King, yang menemukan bahwa benih itu bisa tumbuh, walau sangat jarang, tanpa dimakankan pada unggas.[11][12][13][14]
Dodo adalah burung yang tidak takut pada manusia, dan ditambah ketidakmampuannya untuk terbang, membuatnya menjadi mangsa yang mudah ditangkap.[15] Orang yang mendarat di Mauritius memakan burung ini. Namun, banyak jurnal melaporkan rasa dodo tidak enak dan dagingnya yang keras, sementara spesies lokal lainnya seperti burung mandar merah enak rasanya. Umumnya dipercaya bahwa pelaut Melayu menghargai burung ini dan membunuhnya hanya untuk menggunakannya sebagai hiasan kepala dalam upacara keagamaan.[16] Manusia pertama yang mendatangi Mauritius membawa binatang baru, seperti anjing, babi, kucing, tikus, dan kera pemakan kepiting yang menghancurkan sarang dodo, sementara manusia menghancurkan hutan tempat dodo tinggal.[17] Kini, dampak dari binatang-binatang itu—terutama babi dan kera—pada kepunahan dodo dianggap lebih berpengaruh dibanding pengaruh dari perburuan. Ekspedisi tahun 2005 menemukan banyak binatang yang mati akibat banjir. Kematian massal demikian makin menyulitkan bagi spesies yang sudah terancam punah.[18]
Walaupun banyak laporan tentang pembunuhan massal dodo untuk bekal makanan dalam kapal, penemuan arkeologis sampai sekarang kurang mendapatkan bukti dari adanya manusia yang memangsa burung ini. Tulang belulang dari setidaknya dua dodo ditemukan dalam gua di Baie du Cap yang digunakan sebagai tempat berlindung buronan budak dan narapidana pada abad ke-17, tetapi karena tempat itu terisolasi di ketinggian, daerah itu sukar dicapai oleh dodo.[19]
Ada kontroversi seputar waktu kepunahan dodo. Roberts dan Solow menyatakan bahwa "kepunahan Dodo adalah saat terlihat terakhir tahun 1662, seperti dilaporkan oleh pelaut Volkert Evertsz" (Evertszoon), tetapi banyak sumber lainnya menduga hal itu terjadi pada tahun 1681. Roberts dan Solow menunjukkan bahwa karena dodo terlihat terakhir sebelum 1662 adalah pada tahun 1638, dodo kemungkinan sudah sangat jarang pada tahun 1660-an.[20] Analisis statistik tentang catatan perburuan Issac Johannes Lamotius memberikan perkiraan baru tahun 1693, dengan tingkat kepercayaan 95% dari 1688 sampai 1715. Mempertimbangkan bukti-bukti lain seperti laporan pelancong dan tidak adanya laporan yang baik setelah 1689,[19] sepertinya Dodo punah sebelum tahun 1700; sehingga, Dodo terakhir mati hanya satu abad lebih sedikit setelah penemuan spesies itu tahun 1581.[21]
Semula hanya sedikit yang memperhatikan burung yang punah ini. Pada awal abad ke-19, burung ini dianggap sebagai makhluk yang aneh dan banyak yang menganggapnya hanya mitos. Dengan penemuan serangkaian tulang dodo di Mare aux Songes dan laporan yang dibuat oleh George Clark mulai tahun 1865, minat terhadap burung ini mulai bertambah. Dalam tahun yang sama dengan dimulainya publikasi laporan Clarke, burung yang baru punah ini dijadikan salah satu karakter dalam ceritera Alice's Adventures in Wonderland hasil karya Lewis Carroll yang dipublikasikan tahun 1865. Dengan populernya buku tersebut, dodo jadi banyak diketahui dan mudah dikenali sebagai ikon dari kepunahan.[22]
|url=
(bantuan). Science. 295 (5560): 1683. doi:10.1126/science.295.5560.1683. PMID 11872833.