Type a search term to find related articles by LIMS subject matter experts gathered from the most trusted and dynamic collaboration tools in the laboratory informatics industry.
Tombolotutu | |
---|---|
Lahir | 1857 Parigi Moutong |
Meninggal | 17 Februari 1901 |
Tempat pemakaman | Toribolu , Parigi Moutong |
Kebangsaan | Indonesia |
Pekerjaan | Raja Kerajaan Parigi Moutong |
Dikenal atas | Pahlawan Nasional |
Tombolotutu (1857-17 Februari 1901)[1] adalah salah satu raja di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Tombolotutu mempunyai gelar Pua Darawati, ia menerima takhta Kerajaan Moutong pada tahun 1877 di umur 20 tahun[2]. Sebagai raja, Tombolotutu turut menjadi garda terdepan dalam garis perlawanan menghadapi penjajah Belanda. Dikutip dari situs Pemkab Parigi Moutong, untuk menghadapi perlawanan Tombolotutu, Belanda sampai harus mengerahkan Marsose. Marsose merupakan pasukan khusus atau pasukan elite Belanda yang pernah diturunkan saat Perang Diponegoro dan Perang Aceh.
Kala itu, pasukan Marsose yang diturunkan untuk menumpas perlawanan Tombolotutu kurang lebih berjumlah 170 pasukan. Kisah perjuangan Tombolotutu juga banyak diulas dalam buku Bara Perlawanan di Teluk Tomini. Diketahui, upaya untuk menjadikan Tombolotutu sebagai pahlawan nasional telah disuarakan sejak 1990-an. Namun upaya untuk mencapai hal itu terkendala dokumen resmi sebagai data primer.
Pada tanggal 10 November 2021, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia bersama dengan Aji Muhammad Idris, Usmar Ismail dan Aria Wangsakara oleh Presiden Indonesia Joko Widodo.[3]
Beberapa sumber mengatakan bahwa Tombolotutu merupakan keturunan Bangsawan Tinggi Moutong berdarah Mandar.[4] Ayah Tombolotutu bernama Puang Massu bin Magalatung Bin Puatta I Kacci Bin Tomessuq di Salassa sedangkan Ibu Tombolotutu bernama Puang Lara, kerabat Puang Massu yang bermukim di Walea Bahe sesama keturunan Tomessuq di Salassa.[5]
Terdapat perbedaan versi terkait peristiwa pengepungan Tombolotutu di pegunungan Ujularit yang menurut sumber Belanda mengakibatkan gugurnya Tombolotutu bersama tiga orang pengawalnya, namun terdapat sumber lain menyebutkan bahwa Tombolotutu berhasil menyelamatkan diri dan membangun relasi dengan beberapa tokoh perlawanan antara lain Magau Dolo, Datu Pamusu yang memberi perlindungan kepada Tombolotutu hingga dinyatakan wafat di Desa Kaleke pada Tahun 1938.[6]
Berbeda dengan versi tersebut, Dr, Lukman Nadjamuddin dalam bukunya “Bara Perlawanan di Teluk Tomini” menyebutkan bahwa Tombolotutu meninggal pada tahun 17 Agustus 1901, merujuk pada data pada surat kabar Belanda.
Sementara pada buku yang ditulis sejarawan Haliadi Sadi, SS, M.Hum., Ph.D, Tombolotutu masih terlibat perang Sojol pada 1905. Data tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam buku “Tadulako Mitos atau Fakta” yang ditulis Danrem 132 Tadulako, Brigjen TNI Farid Makruf, MA bersama tim yang terbit tahun 2021. Dalam buku tersebut dicantumkan, bahwa perjuangan Tombolotutu antara tahun 1898 hingga 1938.[7] [8]